hery, andi, afnan, dan ican
dari lantai ke tujuh
kita tunjuk bola lampu.
Bogor menggigil, mengutuk kalbu,
angin memaku.
kita terus membuka helaian kelabu,
hurufpun berlesatan merabu.
dingin bersayap, berbincang perihal
Tuhan turun menuliskan wahyu.
dan kita percaya, intuisi, mungkin ayat purba,
dinisbatkan sebagai amnesti,
sebuah analogi,
bahwa, ada sebentuk makhluk,
akan mengamuk, tak bisa takhluk,
meskipun, benteng itu nyaris remuk.
dan kastil, seperti pernah didongengkan kakek, hening
menjelma kuil,
lalu penghulu jenggala itu
akan turun, merunduk,
berpeluk.
dari lantai ke tujuh
pukul 00.20
kita pegang mata palka,
serupa pelupuk burung hantu, redup,
menjelang perburuan petang.
ada yang datang. ada yang pulang.
“sayang” bisik malam ”menara itu akan tumbang,
turun, berkubanglah berlumur lumpur,
barangkali ada yang akan jadi suci,
walaupun bumi, seperti faham seluruh arti.”
dan kita tak berdaya untuk membuat epilog yang berarti.
tapi, kita dapati sebiji benih
dari kelakar gusar,
nalar orang-orang sukar, pengembara yang tak kenal amar,
apakah setelah ini.
2008
2 komentar:
hanya jejak ini yang aku tinggalkan,.. karena aku tak tahu apa yang harus aku pahatkan,...
please follow my blog on http://asmanadi.blogspot.com, pakdhe,..
Posting Komentar