Sabtu, 26 Maret 2011

untuk rekan-rekan

hery, andi, afnan, dan ican


dari lantai ke tujuh

kita tunjuk bola lampu.

Bogor menggigil, mengutuk kalbu,

angin memaku.

kita terus membuka helaian kelabu,

hurufpun berlesatan merabu.


dingin bersayap, berbincang perihal

Tuhan turun menuliskan wahyu.

dan kita percaya, intuisi, mungkin ayat purba,

dinisbatkan sebagai amnesti,

sebuah analogi,


bahwa, ada sebentuk makhluk,

akan mengamuk, tak bisa takhluk,

meskipun, benteng itu nyaris remuk.


dan kastil, seperti pernah didongengkan kakek, hening

menjelma kuil,

lalu penghulu jenggala itu

akan turun, merunduk,

berpeluk.


dari lantai ke tujuh

pukul 00.20

kita pegang mata palka,

serupa pelupuk burung hantu, redup,

menjelang perburuan petang.


ada yang datang. ada yang pulang.


“sayang” bisik malam ”menara itu akan tumbang,

turun, berkubanglah berlumur lumpur,

barangkali ada yang akan jadi suci,

walaupun bumi, seperti faham seluruh arti.”


dan kita tak berdaya untuk membuat epilog yang berarti.


tapi, kita dapati sebiji benih

dari kelakar gusar,

nalar orang-orang sukar, pengembara yang tak kenal amar,


apakah setelah ini.


2008

2 komentar:

Unknown mengatakan...

hanya jejak ini yang aku tinggalkan,.. karena aku tak tahu apa yang harus aku pahatkan,...

Unknown mengatakan...

please follow my blog on http://asmanadi.blogspot.com, pakdhe,..