untuk unita dan kolina
kenapa selimut itu begitu setia?
tubuh terbungkus
luka terbakar purnama,
mungkin kau lepas waktu
setelah jeda seperti singgah
dan laju, melesat, menggilas usia.
“selimut itu setia menulis sesuatu pada tubuhku” kau berkata
dan parasmu seperti siang menelusup petang,
“kapan kita akan jalan?” sergahku, mungkin tak ada lagi
kelakar itu
di depan pintu
setelah konsolidasi selesai
dan anak-anak asuh
akan angkat sauh.
kertas ranggas.
demam itu saksi, adikku,
dan gigil
adalah getar organ dalam,
barangkali sekedar berkelakar pada kita:
ada yang mesti
kita hayati
dari yang biasa,
barangkali ada takjub
tak termaktub
atau takdir
tak mengalir.
toh semua itu
dua sungai
dari hulu Satu.
selimut itu masih tertinggal, ternyata
kita terima
segala luka
untuk sesuatu yang baka.
2008